SAATNYA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN BERPERAN
Berkembang pesat teori-teori tentang bagaimana memperluas peran masyarakat lokal dalam pengelolaan Sumberdaya Hutan. Mainstream pemikiran tersebut saat ini mengarah kepada ranah yang lebih demokratis. Proses perumusan kepentingan atas pengelolaan sumberdaya alam dibahas melibatkan banyak pihak.
Ada sinyal bagus dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bahwa masyarakat sekitar perlu terlibat dalam proses pembuatan kebijakan pembangunan kehutanan. Hal itu disampaikan Menteri saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi di Lingkungan Inspektorat Jenderal LHK tahun silam. Makna yang bisa ditangkap dari pernyataan tersebut adalah akan diperolehnya kesepatan masyarakat dalam menentukan arah pembangunan kehutanan kedepan.
Perdebatan tentang bagaimana peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan sejatinya selalu berpangkal pada pandangan bahwa hutan dianggap public goods yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja.
Sesungguhnya sangat riskan menempatkan hutan sebagai pubic goods. Teori ekonomi lazimnya mencirikan public goods dengan sifat sifat :
- penggunaan sangat luas karena murah
- menjadi domain pemerintah karena biasanya swasta tidak berminat
- manakala penggunaan sudah melebihi beban akan menjadi sangat mahal
Dua hal di atas lah yang membedakan hutan dengan sifat-sifat barang bebas. Murahnya penilaian atas hutan menjadi pangkal pengambil keijakan dengan mudajh memutuskan merubah hutan menjadi lahan budidaya komoditas dagangan selain diambil kandungan bahan ekstaktif lainnya. Konon nilainya meningkat jika diusahakan untuk memproduksi komoditi perkebunan atau pertanian ditambah pemanfaatan non renewable didalam lahannya (tambang misalnya).
Hal yang ke tiga sesungguhnya titik kritis pemanfaatan sumberdaya hutan. Seberapa banyak kerugian yang timbul akibat konversi hutan, belum ada angka yang gamblang. Upaya valuating nilai hutan dalam berbagai penelitian belum banyak dan kalaupun ada belum digunakan optimal oleh pengambil keputusan. Valuasi nilai hutan sejatinya bisa menggabarkan nilai hutan dalam satuan mata uang. Nilai dalam satuan mata uang diyakini lebh mudah dipahami oleh semua orang, sehingga ada persamaan persepsi yang mendalam.
Filosopi pembangunan holistik sendiri menempatkan manusia pada posisi sentral. Manusia sebagai pelaksana pembangunan sekaligus penerima dampak pembangunan tak terkecuali masyarakat di sekitar hutan. Dalam konteks Kehutanan di Provinsi Kalimantan Selatan, saat ini tengah massive-massive nya dibangun fondasi pembangunan kehutanan. Fondasi dimaksud adalah komitmen kuat untuk menempatkan kelompoktani hutan sebagai elemen penting dalam penyusunan rencana kerja (Renja). Mereka terlibat aktif mulai dari penjaringan aspirasi sampai pada pelaksanaan lapangan. Pola ini diyakini akan mewujudkan keinginan pengelolaan hutan yang benar -benar berbasis masyaraat sekitar hutan
Comments