Hilangnya Kepercayaan
Masa kanak-kanak dulu, kita tentu pernah bersepeda, apalagi yang mengabiskan masa kecil di kampung barangkali terbiasa ke sekolah menggunakan kereta angin ini. Pernahkah anda bayangkan ketika ban sepeda kita tiba tiba kempis atau meletus, serta merta tangan kita memencet ban ? Padahal kita tahu pasti ban itu telah tak berangin. Kita seperti tak percaya pada keadaan. Frustasi, ingin marah bercampur aduk. Inilah saat paling mudah mengenali kondisi pada saat kita kehilangan kepercayaan.
Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan; pertumbuhan ekonomi yang tak membaik, angka pengangguran di atas 10 persen, korupsi sulit diberantas dan kemiskinan yang tak dapat disembuhkan. Kita sepertinya sulit bangkit dari keterpurukan sejak krisis 1997. Sementara negara lain yang terlanda krisis serupa telah pulih bahkan jauh meninggalkan kita.
Bukan tanpa usaha, komponen bangsa ini pun telah berupaya melepaskan diri dari keterpurukan. Pemerintah maupun non pemerintah telah berusaha untuk itu. namun belum kita saksikan keberhasilannya hingga sekarang.
Sejatinya, tidak kurang potensi yang kita miliki untuk bangkit. Pemerintah yang legitimate dan didukung rakyat, dinamika politik yang stabil dan kepercayaan dari luar negeri yang masih tinggi. Kalau dicermati lebih jauh inti permasalahan sebenarnya adalah pada : hilangnya KEPERCAYAAN , ( trust).
Dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan. Orang lebih memilih diam ketika rumahnya disatroni maling dari pada melapor ke polisi. Percuma, kalo lapor malah habisnya lebih banyak, sedangkan barang belum tentu kembali.... kata sebagian korban pencurian. Betapa orang kaya di negeri kita lebih suka berobat ke luar negeri karena di sana rumah sakit dan dokternya lebih baik. Produk luar negeri lebih dipilih karena prestise. Yang lebih menggelikan lagi, klub sepak bola yang berlaga di Liga Indonesia lebih suka menggaji pemain asing ( tentu lebih tinggi dari pemain lokal), padahal klub masih dibiayai dengan dana APBD.
Ketika pemerintah meluncurkan kebijakan tentang pengalihan subsidi BBM dan penerapan penggunaan gas untuk mengganti minyak tanah, respon masyarakat tidak menggemberikan. Ah, pengalihan subsidi itu bohong-aja, katanya untuk kesehatan, buktinya mana? kata seorang responden yang diwawancari Televisi Nasional . Sungguh memilukan. Siapa yang akan dipercaya ? Lebih memilukan lagi baru baru ini Mahkamah Agung menetapkan bahwa PILKADA Gubernur Sulawesi Selatan harus di ulang di empat kabupaten. MA sebagai benteng terakhir penegakan hukum ikut-ikutan keblinger. Dampakanya dapat dipastikan rakyat tidak akan percaya lagi kepada hukum.
Maka, jika rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah , kepada hukum dan pada kemampuan dirinya sendiri tentu akan menjadi masalah yang sangat berbahaya bagi kelangsung negeri ini. Seperti kata orang bijak, kehilangan nyawa hanya kehilangan salah satu harta, tapi kehilangan kepercayaan artinya telah kehilangan segala-galanya.
Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan; pertumbuhan ekonomi yang tak membaik, angka pengangguran di atas 10 persen, korupsi sulit diberantas dan kemiskinan yang tak dapat disembuhkan. Kita sepertinya sulit bangkit dari keterpurukan sejak krisis 1997. Sementara negara lain yang terlanda krisis serupa telah pulih bahkan jauh meninggalkan kita.
Bukan tanpa usaha, komponen bangsa ini pun telah berupaya melepaskan diri dari keterpurukan. Pemerintah maupun non pemerintah telah berusaha untuk itu. namun belum kita saksikan keberhasilannya hingga sekarang.
Sejatinya, tidak kurang potensi yang kita miliki untuk bangkit. Pemerintah yang legitimate dan didukung rakyat, dinamika politik yang stabil dan kepercayaan dari luar negeri yang masih tinggi. Kalau dicermati lebih jauh inti permasalahan sebenarnya adalah pada : hilangnya KEPERCAYAAN , ( trust).
Dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan. Orang lebih memilih diam ketika rumahnya disatroni maling dari pada melapor ke polisi. Percuma, kalo lapor malah habisnya lebih banyak, sedangkan barang belum tentu kembali.... kata sebagian korban pencurian. Betapa orang kaya di negeri kita lebih suka berobat ke luar negeri karena di sana rumah sakit dan dokternya lebih baik. Produk luar negeri lebih dipilih karena prestise. Yang lebih menggelikan lagi, klub sepak bola yang berlaga di Liga Indonesia lebih suka menggaji pemain asing ( tentu lebih tinggi dari pemain lokal), padahal klub masih dibiayai dengan dana APBD.
Ketika pemerintah meluncurkan kebijakan tentang pengalihan subsidi BBM dan penerapan penggunaan gas untuk mengganti minyak tanah, respon masyarakat tidak menggemberikan. Ah, pengalihan subsidi itu bohong-aja, katanya untuk kesehatan, buktinya mana? kata seorang responden yang diwawancari Televisi Nasional . Sungguh memilukan. Siapa yang akan dipercaya ? Lebih memilukan lagi baru baru ini Mahkamah Agung menetapkan bahwa PILKADA Gubernur Sulawesi Selatan harus di ulang di empat kabupaten. MA sebagai benteng terakhir penegakan hukum ikut-ikutan keblinger. Dampakanya dapat dipastikan rakyat tidak akan percaya lagi kepada hukum.
Maka, jika rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah , kepada hukum dan pada kemampuan dirinya sendiri tentu akan menjadi masalah yang sangat berbahaya bagi kelangsung negeri ini. Seperti kata orang bijak, kehilangan nyawa hanya kehilangan salah satu harta, tapi kehilangan kepercayaan artinya telah kehilangan segala-galanya.
Comments