Korupsi

Ketika Belanda memanage Negeri Jajahannya yang bernama Hindia Belanda, konon mereka mendapat kesulitan yang amat berat. Kenyataan bahwa di Negeri para Boemi Poetra ini begitu banyak kekuasan-kekuasan kecil yang berserak. Raja-raja kecil yang saling curiga satu sama lain, ringkih tapi haus kekuasaan. Hanya satu hal yang masing-masing dimiliki oleh kekuasaan-kekuasaan lokal itu, silau memandang penampilan orang asing.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah mendekati kaum elite disekitar para penguasa. Mereka dibina untuk menjadi major opinion yang sangat didengar oleh penguasa. Merekalah orang orang yang bermuka dua, mendapat materi yang berlimpah dgan akses kepada kekuasaan yang amat lancar.
Para elit ini berkembang menjadi kekuatan yang menggurita. Mengambil keuntungan dari pihak-pihak yang perlu dibantu untuk mendekati kekuasaan lokal. Mendapat pula insentif dari meneer Belanda. Ini yang konon sebut-sebut pangkal pembelajaran korupsi di Inonesia.
Maka tak heran bila kemudian setelah Indonesia Merdeka, penguasa memang belum benar-benar mumpuni mengelola negeri, ikut pula melestarikan pendekatan yang diterapkan oleh penjajah. Jadi sebenarnya korupsi di Indonesia sudah amat tua.
Itulah barangkali yang membuat kita setengah frustasi memerangi korupsi. Kita tak ingin bangsa ini hilang dari peta bumi karena korupsi. Lalu bagaimana.....?
Ada dua sisi yang perlu kita perhatikan sebenarnya. 1). Korupsi haruslah dipandang sebagai perilaku buruk yang amat berurat akar, ia sebuah kejahatan yang luar biasa. Sebagai kejahatan luar biasa perlu dilakukan langkah-langkah luar biasa pula, tentunya.
2). Pendekatan moral dapat dimulai dari dalam rumah tangga. Ini pekerjaaan yang paling berat, karena umumnya kita lebaih merasa bermoral daripada yang lain. Tapi gampangnya berikan contoh untuk tidak mencoba-coba korupsi.
Lalu bagaimana dengan Ketua KPK yang baru, Tuan Antasari Azhar... ?

Comments

Popular posts from this blog

PULAI, TUMBUHAN OBAT DARI HUTAN

SAATNYA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN BERPERAN

BANGKAL