PAD dan Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah
Berbanding terbalik dapat diartikan semakin tinggi PAD suatu daerah, semakin kecil bantuan yang disalurkan pemerintah pusat
kepada daerah tersebut. Secara kepemerintahan kondisi ini cukup memberi alasan
pengambil kebijakan anggaran untuk menganggap daerah tersebut mampu membiayai
sendiri roda pemerintahannya. Itulah yang dimaksud mandiri secara fiskal. Itu
pula yang dikendaki oleh Undang-undang pemerintahan daerah. Otonomi tidak saja
berarti mengatur pemerintahannya sendiri tetapi juga membiayai roda
pemerintahannya.
Ada yang menarik dari besar kecilnya
PAD ini. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, mengaitkan besar kecilnya
biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (pasal
8). Biaya Penunjang Operasional dimaksud
oleh PP 109/2000 adalah untuk membiayai koordinasi , penangulangan kerawanan
sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung
pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Besaran biaya
penunjang tergantung besar kecilnya PAD
suatu daerah.
Biaya
penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut :
a.
sampai
dengan Rp 15 milyar paling rendah Rp 150 juta dan paling tinggi sebesar 1,75%;
b.
di
atas Rp 15 milyar s/d Rp 50 milyar paling rendah Rp 262,5 juta dan paling tinggi
sebesar 1%;
c.
di
atas Rp 50 milyar s/d Rp l00 milyar paling rendah Rp 500 juta dan paling tinggi
sebesar 0,75 %;
d.
di atas Rp 100 milyar s/d Rp 250 milyar paling
rendan Rp 750 juta dan paling tinggi sebesar 0,40 %;
f.
di
atas Rp 500 milyar paling rendah Rp 1,25 milyar dan paling tinggi sebesar 0,15%.( pasal 9).
Di sini dituntut Kepala Daerah yang bijaksana
agar peluang mendapatkan biaya penunjang operasional tidak hanya dialokasikan
untuk operasional Kepala/Wakil Kepala
Daerah ( yang bisa disalah pahami ) bahwa PAD hanya dinikmati para petinggi.
Artinya hiduplah sederhana saja.
Comments