TEORI PERTUMBUHAN, KESEJAHTERAAN YANG SEMU

Trickle - down effect, begitu saktikah?
Sejak awal negara-negara dunia ketiga lahir ( merdeka dari penjajahan politis dan kolonis), dihadapkan kepada ketidak berdayaan. Dunia ketiga termasuk Indonesia harus bangkit melalui pembangunan yang terencana.
Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat menumbuhkan kesejahteraan perekonomian. Pembangunan diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi dalam arti pembentukan modal, serta menginvestasikan kembali secara seimbang dan menyebar atau secara terarah sehingga menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, dapat dirasakan oleh semua sektor ekonomi melalui proses menetes ke bawah ( trickle –down effect). Mulailah apa yang dikenal dengan istilah modal dasar pembangunan. Selain modal-modal yang lain sumberdaya alam menjadi panglima dalam pembangunan. Eksploitasi Sumberdaya Alam sangat intensif, mulai bahan tambang dan hutan hingga hasil laut dikerahkan untuk membiayai pembangunan.
Filsafat Pertumbuhan ini menjadi model yang popular diterapkan hampir di seluruh dunia. Negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia yang umumnya masih berada pada taraf jauh tertinggal pun menerapkan model pertumbuhan. Pada masa Orde Baru kita memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 % per tahun. Seperti sudah amat yakin akan kemantapan fundamental ekonominya, pemerintahan Soeharto mencanangkan tinggal landas dan bersiap-siap mengalihkan basis ekonominya dari agraris ke arah ekonomi berbasis industri. Tetapi pertumbuhan yang menakjubkan itu pada hakikatnya hampir 2/3 bagian adalah pendapatan konglomerasi. Ekonomi Indonesia hanya terpusat pada beberapa gelintir kelompok atau keluarga. Rakyat miskin dan usaha kecil tetap tidak tersentuh dan tidak pernah tumbuh. Setelah krisis moneter yang melanda hampir seluruh Asia tahun 1997 perekonomian Indonesia pun kolaps . Akibatnya sudah disaksikan bersama, rakyat menuntut reformasi di segala bidang. Selanjutnya Indonesia menjadi pasien IMF yang paling lama. Krisis juga menyebabkan larinya modal ke luar negeri seperti China, Vietnam, Singapore, Thailand ( yang telah lebih dulu pulih) menimbulkan masalah tersendiri; pengangguran, tidak ada investasi. Pemerintah tidak berdaya mencegah, apalagi membujuk untuk kembali berinvestasi di dalam negeri. Perencanaan Pembangunan dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi pada kenyataanya menyebabkan kesejangan atau jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar, dan tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah pokok bangsa, yakni kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan kesehatan. Kesalahan-kesalahan dalam merencanakan pembangunan di banyak Negara berkembang menyebabkan proses pembangunan melahirkan guncangan sosial. Berhasil menaikkan pendapatan per kapita segelintir orang namun gagal menyentuh rakyat miskin yang lebih banyak. Menimbulkan kesan bahwa pertumbuhan yang dicapai tidak banyak manfaatnya bagi rakyat banyak.
Kesejahteraan semu
Apalah sebenarnya arti pertumbuhan yang menjadi target negara-negara berkembang?. Hal ini menjadi kabur manakala diukur hanya dari Produk Domestrik Bruto. Kinerja perekonomian diukur dari produksi barang dan jasa yang agregat atas berbagai sektor (9 sektor). Pembentukan modal memang mungkin terjadi, lapangan usaha bergerak signifikan. Akan tetapi pertumbuhan yang umumnya terjadi di kawasan urban ( karena fasilitas memadai sehingga investasi lancar) dapat menyebabkan backwash effect terkurasnya tenaga kerja dari desa oleh kawasan perkotaan. Geliat pasar modal tidak serta merta menyentuh sektor riil yang dapat menyerap tenaga kerja dan sektor pendukungnya. Negara -negara dunia ketiga biasa lebih mengandalkan sumberdaya alam untuk mengejar pertumbuhan ekonomi karena memang tak banyak pilihan. Tapi sekali lagi Produk Domestik Bruto yang dihasilkan tidak pernah memperhitungkan depletion terhadap sumber daya alam yang menjadi modal pertumbuhannya. Jadilah pertumbuhan yang mencengangkan itu ibarat gunung yang biru, indah dilihat jauh dari gapaian. Bolehlah dikejar pertumbuhan, hanya saja kebijakan tentang ketersediaan pangan, pendidikan dan lapangan pekerjaan menjadi prioritas, agar tidak terjebak dalam kesejahteraan semu.

Comments

Anonymous said…
Salam dari enyong Pak!
Membaca tulisan Anda makin jelas saja kalo angka pertumbuhan itu gak ada artinya buat wong cilik, lha yang menikmati pertumbuhan cuma segelintir kok!

Saya juga tertarik ttg ekonomi makro, kalo ada waktu kunjungi blog saya yang ini pak : www.limarupiah.blogspot.com.
Bapake Nazla said…
bisa sampai seperti itu karena memang ada begitu banyak faktor yang memepengaruhi.
political will yang kurang. masyarakat yang bodoh tur apatis. pemimpin yang korup. klop kan kang sejahterane dadi semu. aku wong brebes juga kang. sehat rika?.
dolan-dolan lah ning tujuhsembilan.blogspot.com mengko tak ngein panganan enak wis.
Arrosyid Zobo said…
pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat dirasakan seluruh rakyat indonesia, jadi harus ada pemerataan pembangunan di segala sektor sehinga kualitas hidup masyarakat dapat ditingkatkan lebih baik.

silahkan mampir ke blog aku, n jangan lupa di klik adsenya ya, punyamu dah aku klik 2 kali.

kang dwi n bapake nasia salam kenal azaa
Arrosyid Zobo said…
pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, untuk itu perlu pemerataan pembangunan di segala bidang, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat lebih baik.

monggo mampir ke blog aku, n jangan lupa klik adsenya ya, punyamu dah aku klik 2 kali

kang dwi n bapake Nazia salam kenal azza

Popular posts from this blog

Logs of plantation woods against global economic crisis

SAATNYA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN BERPERAN

CATATAN YANG TERSERAK