PAD vs REINVENTING GOVERNMENT



Seiring gegap gempita reformasi (akhir 1998 sampai 2000 an)  kalangan birokrasi tersihir oleh istilah reinventing government, kurang lebih maknanya menggeser perilaku birokrasi yang dulu ambtenaar menjadi lebih melayani. Apa hubungannya dengan kemandirian fiskal?
Kecenderungan rasio kemandirian fiskal dapat diamati dengan menyusun seri data kemandirian dari tahun ke tahun. Bilamana trend kemandirian menunjukkan gejala meningkat artinya pertanda baik bagi daerah otonom. Sebaliknya jika trend turun sedangkan fundamental ekonomi menunjukkan kestabilan, itu artinya pertanda buruk. Hal itu dapat diartikan suatu daerah kesulitan mencukupi pembiayaan untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial kepada masyarakat. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkrit untuk menyikapinya.
Langkah-langkah efektif yang bisa diambil tentusaja  dari sisi komponen PAD. Komponen PAD yang meliputi : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.  Meningkatkan penerimaan daerah dari masing-masing komponen PAD tersebut tergantung potensi tiap-tiap daerah dan konsekuensinya pula.
Hal  penting yang  dapat dikembangkan untuk peningkatan PAD adalah meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah. BUMD dapat dioptimalkan kinerjanya untuk mendukung pemasukan daerah dari sebagain hasil usahanya.  Osborne dan Gaebler (1996) mengemukakan 10 prinsip mereka-reka ulang kepemerintahan, populer dikenal sebagai reinventing government. Dua prinsip yang agaknya relevan dengan pengelolaan PAD ;
-  Earning rather than spending
 Pemerintah dituntut memberi bobot kegiatannya tidak sekedar  membelanjakan uang  tetapi juga berfokus memperoleh pendapatan. Disinilah peran BUMD dan peranserta swasta perlu dioptimalkan.
-  Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy
 Kegiatan pelayanan masyarakat sesuai  kebutuhan riil, apa yang menjadi kebutuhan masyarakat  direspon secepat mungkin bahkan jika kebutuhan tiba-tiba bergeser dari pola yang sudah diamati. Konsekuensinya pelayanan harus mengacu kepada standar yang jelas dan terukur.  

Penerapan prinsip-prinip tersebut secara konsisten memungkin BUMD dapat bersaing dengan perusahaan swasta, menguntungkan dan pada gilirannya menyumbang PAD.
Contoh upaya peningkatan penerimaan dari pajak daerah misalkan pada pengenaan Pajak Progressif kendaraan bermotor. Beberapa daerah telah memberlakukan Pajak Progressif termasuk diantaranya DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan. Tarif pajak  kendaraan bermotor bertingkat  sesuai  jumlah kendaraan yang  dimiliki wajib pajak. Sasaran pengenaan tarif  progresif ini di antaranya kendaraan bermotor roda empat jenis sedan, jeep, minibus, microbus, pick up  hingga truck. Subjek  pajak progressif  bisa kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua dan seterusnya dengan nama dan alamat yang sama atau  nama yang berbeda, namun alamat sama.
Seperti telah disebut di atas, setiap keputusan memiliki konsekuensinya sendiri. Kalimantan Selatan menerapkan pajak progresif sejak 2014 melalui Perda No 05 Tahun 2011 dan peraturan gubernur Nomor 43 tahun 2013 tentang Pajak Progresif. Belakangan pergub 43 tahun 2013 direvisi karena dianggap tidak adil dan ditengarai menyebabkan wajib pajak mengalihkan obyek pajaknya ke daerah lain.
Upaya peningkatan melalui penerimaan retribusi  memerlukan perhitungan yang matang terkait investasi pemda untuk menyediakan pelayanan disamping proses penyusunan PERDAnya (konon biayanya cukup mahal). Pengenaan tarif retribusi terhadap obyek pelayanan yang terlalu tinggi juga akan menjadi kebijakan yang tidak populer terutama bagi pasangan Kepala Daerah yang baru menjabat.

Comments

Popular posts from this blog

Logs of plantation woods against global economic crisis

SAATNYA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN BERPERAN

CATATAN YANG TERSERAK